Kamis, 22 Juni 2017

Bisa Dibilang Merantau Dini

Bisa Dibilang Merantau Dini

(Kisah Nyata/Asli Pengalaman Pribadi)

   Sebut saja nama saya Paijo, saya berasal dari suatu Desa kecil di Trenggalek, Jawa Timur. Mulai dari umur 8 tahun, saya sudah ikut orang tua merantau dari kota satu ke kota yang lain. Tapi sebelum itu, saya tinggal di desa pada saat setelah dilahirkan sampai berumur 5 tahun dan sempat mengenyam bangku sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) di sana bersama dengan Nenek dan keluarga dari Ibu saya yang setia dan iklhas merawat saya dengan penuh kasih sayang lebih dari seorang orang tua kandung sendiri. Kenapa seperti orang tua kandung sendiri? karena mereka lah yang merawat saya sejak saya masih bayi umur 2 Minggu di dunia ini.

Iya, sejak masih balita umur 2 Minggu saya sudah ditinggal merantau oleh ke dua orang tua saya demi menafkahi kebutuhan saya dan keluarga. Hidup bersama seorang Nenek dan keluarga yang sangat menyayangi saya. Sampai-sampai pada saat itu ketika saya sekolah di salah satu TK yang ada di Desa dan diberikan pertanyaan siapa nama orang tuamu, jawab saya sangat menggelitik, yakni saya menjawab dengan menyebut nama Budhe dan Pakdhe saya. Karena apa? karena saya terbiasa hidup bersama mereka, sampai lupa nama orang tua kandung saya sendiri hehehe.

   Pada saat saya mulai mengerti yang namanya kasih sayang dan mengerti siapa-siapa saja orang yang sudah menyayangi dan merawat saya sejak kecil, orang tua kandung saya datang menjenguk dengan rasa rindu yang tak bisa dilukiskan dengan apapun. Mereka datang dengan membawakan saya sebuah mainan yang sewajarnya disukai oleh kanak-kanak. Tapi apa? respon saya seperti anak yang tak mengenal mereka dan tak tahu siapa nama mereka, datang dari mana, dan tujuannya apa datang ke mari. Semua itu karena terbiasanya saya dengan kasih sayang Nenek, Budhe, dan keluarga lainnya yang selalu ada dan merekalah yang saya anggap orang tua. Bukan karena mereka tidak memberi tahu atau menjelaskan kepada saya kalau orang tua saya merantau mencari nafkah untuk saya, tetapi karena pada saat itu saya masih belum mengerti apa-apa, maklum masih umur 5/6 Tahunan lah.

Dengan respon saya yang kurang baik, orang tua saya pun merasa menyesal telah meninggalkan saya untuk merantau ke kota dan tidak bisa memberikan kasih sayang sepenuhnya sejak saya masih belum mengerti apa-apa. Bayangkan, apakah mungkin seorang anak-anak balita yang mulai bisa melihat dunia dan yang dilihatnya bukanlah sosok Ibu dan Ayah kandungnya sendiri bisa terbiasa dengan mereka yang baru saja datang di saat kita sudah mulai mengerti kasih sayang. Meski dimikan, mereka tidak berputus asa untuk mendapatkan kembali hati saya agar memahami bahwa merekalah orang tua yang melahirkan saya.

   Hari demi hari telah berganti, lama kelamaan saya sudah mulai mengenal orang tua saya yang sebenarnya, hati ini terasa luluh dengan kasih sayang yang mereka curahkan sepenuhnya untuk menebus rasa bersalah karena meninggalkan anaknya disaat masih balita sampai tidak mengenalinya. Pada akhirnya, saya sudah terbiasa dan mereka pun memutuskan membawa saya ikut pergi kembali ke kota untuk merantau agar bisa memberikan perhatian dan kasih sayangnya secara utuh. Tapi sebelumnya, tidaklah mudah membujuk saya untuk pergi dan berpisah dengan orang-orang yang sudah merawat dan membesarkan saya seperti anak kandung mereka sendiri. Banyak drama yang terjadi, mulai dari Budhe (kakak dari Ibu) tidak setuju dan Ayah beserta Ibu saya yang ngotot untuk tetap membawa saya ke kota sampai-sampai terjadi adu mulut. Bukan sombong atau pamer, dalam keluarga Ibu saya adalah cucu dan keponakan yang bisa dibilang paling disayangi. Berat bagi mereka melepaskan saya pergi bersama orang tua sendiri, sedangkan dari lahir dan mulai bisa melihat dunia mereka lah yang merawat dan memberikan kasih sayangnya melibihi anak kandungnya sendiri. Meskipun pada akhirnya mereka merelakan saya dibawa oleh orang tua merantau, dan saya juga mendapatkan pengertian bahwa setiap bulan akan dibawa untuk menjenguk mereka di kampung.

   Dari sinilah awal mula, pengalaman merantau saya dari sejak kecil. Seorang bocah polos dari desa kecil yang sangat kampungan menginjakkan kaki di Kota besar Surabaya, melihat gedung-gedung tinggi kendaraan ramai lalu lalang dan keramaian yang belum biasa saya lihat sebelumnya. Mulai akrab dengan orang tua, bercanda dan mulai membiasakan diri walau hati ini ingin rasanya kembali ke Desa atau kampung halaman berkumpul bersama Nenek dan yang lainnya. 
Sesampai di rumah kontrakan di salah satu gang sempit yang ada di Surabaya, saya seperti seorang yang baru turun dari gunung, bingung karena tidak biasa dengan pemandangan dan orang-orang yang sangat ramai. Dan waktu itu, karena masih belum mengerti apa-apa dan masih teringat Nenek dan keluarga di Desa, saya pun menangis sejadi-jadinya ingin diantar pulang kembali ke Desa. Orang tua pun panik dan berusaha menghibur untuk menangkan saya supaya terbiasa, tapi tidak berhasil. Sampai selang waktu hampir 1 bulan saya sudah mulai terbiasa dan tidak lagi menangis minta kembali ke Desa. 

   Akhirnya setelah semua dirasa baik dan saya sudah terbiasa dengan mereka hidup di Kota, maka tiba saatnya saya untuk mendaftar dan masuk sekolah TK yang ada di sana. Bertemu dengan teman-teman baru, suasana baru, dan orang-orang baru (guru,dll). Hari demi hari telah terlewati, tak terasa hampir 1 tahun saya sudah di Kota dan saya sudah menginjak kelas 1 SD di Kota. Dengan diri yang sudah mulai terbiasa dan menjadi anak kota dan bukan anak Desa lagi, saya pun bergaul seperti anak-anak lainnya bermain dan belajar dengan orang tua. Pada saat duduk di bangku kelas 1 SD saya mendapatkan peringkat atau ranking 1 di kelas dan sangat membanggakan ke dua orang tua saya. Semua itu saya dapat bukan karena bawaan dari lahir, tapi karena didikan kedua orang tua saya terutama Ibu yang menggembleng saya seperti Guru abadi di rumah. Di sekolah SD itu saya juga mempunyai seorang Guru yang sangat menyayangi saya seperti anaknya sendiri. Sampai tiba waktunya saya harus pindah sekolah karena orang tua telah membeli sebuah rumah baru di salah satu perumahan yang ada di Kota yang letaknya cukup jauh dari sekolah SD saya yang pertama. Mau tidak mau, saya pun harus ikut ke dua orang tua saya, meskipun saat itu Guru saya selaku wali kelas yang sangat menyayangi saya sebut saja Ibu R, tidak mengizinkan saya untuk pindah dan sempat menawarkan untuk tinggal bersamanya menjadi anaknya. Tetapi apa boleh buat, orang tua saya tetap satu seumur hidup, dan ke manapun mereka pergi saya pasti akan ikut.

   Sesampainya di rumah baru, mulai lembaran baru merasakan suasana baru yang sedikit berbeda dengan sebelumnya karena letak rumah yang di perkampungan. Di sinilah saya tinggal dan bersekolah sampai kelas 4 bangku Sekolah Dasar. Di lingkungan perumahan yang masih terasa sangat kampung sekali ini, saya sempat mengalami sakit-sakitan dan memakan waktu yang cukup lama untuk penyembuhannya, karena sakit yang saya alami bukanlah sakit biasa melainkan gangguan dari penghuni rumah yang saya tempati tersebut. Hari demi hari, minggu bahkan bulan orang tua saya merawat dan berusaha untuk mencari obat supaya saya bisa sembuh sampai habis modal dan hutang yang mulai membelit mereka sakit yang saya alami belum juga sembuh. Berbagai cara sudah dicoba sampai ke orang pintar sekalipun sudah dan alhamulillah saya bisa sembuh seperti sediakala. Walaupun semua modal orang tua habis dan mulai tidak memiliki apapun, kami memutuskan untuk menjual rumah itu dan kembali tinggal di kontrakan. Dan akhirnya berhubung saya sudah sembuh seperti anak-anak pada umumnya, Ibu memutuskan untuk kembali bekerja dan mengembalikan saya ke desa kampung halaman di mana saya dilahirkan, dititipkan kembali pada Nenek dan keluarga di sana. Tidak bermaksud apa-apa, dikarenakan keuangan keluarga yang serba kurang akibat sakit yang pernah saya alami waktu itu yang memaksa Ibu harus ikut bekerja kembali untuk membantu kebutuhan keluarga dan takut kalau saya kurang pengawasan.

   Dari sini, sudah ke 3 kalinya saya pindah sekolah dari kampung ke kota, dan kini kembali ke kampung lagi. Pada waktu itu saya sudah menginjak kelas 4 SD pertengahan semeserter. Seperti biasa, harus menyesuaikan diri lagi dengan suasana yang telah lama saya tidak rasakan dan bertemu dengan teman-teman baru. Tak terasa sampai saya duduk di bangku kelas 6 SD pada saat itu, hidup bersama Nenek dan Budhe tersayang yang mengurus semua kebutuhan saya. Di kelas 6 SD inilah saya merasakan bahagia selama menjadi kanak-kanak, merasakan rekreasi bersama dengan teman-teman dan guru tercinta. Sampai akhirnya, tiba waktu perpisahan sekolah atau pelepasan murid kelas 6 waktu itu. Di sinilah hal paling berat yang pernah saya alami waktu itu, karena bukan hanya berpisah sekolah dengan teman-teman untuk melanjutkan jenjang SMP saja, tetapi saya harus kembali berpisah untuk pindah kembali ke Kota ikut bersama ke dua orang tua saya lagi. Dan yang sangat membikin hati kacau dan sedih tiada tara yakni, Budhe saya pada waktu itu yang diundang ke acara perpisahan harus datang mewakili wali murid atau orang tua sendiri tanpa adanya saya di sana, sedangkan pada saat itu seharusnya saya ikut pentas bersama teman-teman menyajikan salah satu kesenian daerah. Saya tidak bisa hadir karena pada saat itu, Ibu mengajak saya berangkat ke kota sebelum waktu perpisahan tiba. Mendengar cerita dari tetangga saya, melihat teman-teman sebaya saya tampil di pentas seni perpisahan, Budhe saya pun menangis sesenggukan karena tidak ada saya di situ yang seharusnya menjadi hari yang sangat berarti bagi kami. 

   Setibanya kembali di Kota yakni kali ke 4 saya pindah, saya langsung masuk di sekolah SMP Swasta yang ada di sana. Awal mengenyam pendidikan SMP masih sama seperti biasa perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman-teman baru. Dan pada saat itulah pertama kalinya saya mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa) yang terbilang sangat seru bagi saya. Hari demi hari telah terlewati, pada saat itu ada satu program extrakulikuler yang saya minati dari sekolahan saya tersebut, yakni Marching Band. Mulai berlatih dari 0 sebagai pemain terompet dan ikut serta dalam event-event yang diikuti oleh sekolahan kami. Dari sini saya mulai mengenal musik, ikut kegiatan luar seperti gambus walaupun tidak paham dengan musik dan bahasanya. Itupun saya diajakan oleh pelatih march saya, yang saya panggil Abi. Abi memberikan ilmunya kepada kami dengan tulus dan sangat sabar mendidik kami, bukan hanya dalam bermusik tetapi juga kedisplinan yang diutamakan. Pada saat saya mulai menginjak kelas 3 SMP, mulailah ada sedikit problem dalam keluarga yang hampir saja membuat saya putus sekolah karena masalah ekonomi. Tapi alhamdulillah sekali, ada Guru yang sangat sayang kepada saya dan saya menganggapnya sebagai orang tua sendiri baik di sekolah maupun di luar sekolah, sebut saja Bu Anu, seorang guru Fiqih dan Aqidah Akhlak yang sangat saya sayangi membantu meringangkan segala beban tanggungan (tunggakan) yang ada pada saat itu di sekolah saya. Kalau tidak begitu, mungkin saya tidak bisa mengikuti ujian, dan saya sangat bersyukur sekali karena banyak dikelilingi oleh orang-orang yang sangat baik kepada saya. 
Tak terasa, waktu ujian kelulusan atau UN pun tiba. Di sinilah saya dan teman-teman diuji untuk mengasah semua mata pelajaran yang sudah kami terima sejak kelas 1 sampai kelas 3 ini. Alhamdulillah semua lancar dan lulus dengan nilai yang cukup baik. 

   Dan mulai dari sini saya dan teman-teman berpisah melanjutkan ke jenjang SMK. Mendaftar di SMK Swasta dengan jurusan Administrasi Perkantoran (APK), sebenarnya ini bukan keinginan saya. Berhubung pada saat itu dana orang tua minim, dan mengharuskan saya mencari sekolah yang dananya terjangkau juga kala itu saya tidak memiliki kendaraan sendiri untuk pergi ke sekolah, jadi harus nebeng dengan teman dekat rumah yang satu sekolah dengan saya. 

Awal sekolah biasa-biasa saja, tidak ada perubahan apapun dalam diri saya. Masih sama seperti dulu, rajin dan bisa dibilang sedikit kuper ya. Jadi bergaul seadanya dengan teman-teman saya yang dulunya satu SMP saja. Tapi lambat laun, semua berubah pada saat saya mulai memutuskan untuk bergaul secara luas dengan teman-teman di sekolah. Mulai bergaul dengan teman yang biasa-biasa aja sampai yang terbilang nakal pada saat itu. Melihat mereka merokok, bolos, bermalas-malasan di sekolah akhirnya saya ikut seperti mereka, mulai merokok dan mencoba bolos sekolah. Tak terasa, saya saat itu menjadi perokok aktif dan mulai mengenal yang namanya pergaulan bebas dari cuma merokok itu sendiri, minum-minuman keras, dll yang intinya terjerumus dalam pergaulan bebas dan itu bisa kalian gambarkan sendiri bagaimana keadaanya. Berangkat sekolah siang hari dan pulang sore menjelang magrhib, sampai di rumah tidak langsung istirahat melainkan berangkat main sampai subuh. Awalnya niat hati orang tua baik, menyekolahkan anaknya di satu sekolah yang bisa dijangkau dengan nebeng tetangga akhirnya bertolak belakang. Saya malah memasuki pergaulan yang sama sekali ini bukan diri saya sebenarnya, sungguh saya tidak menginginkan jadi seperti itu sebelumnya. Awalnya memang saya hanya mencoba-coba, tapi lama kelamaan menjadi kebiasaan dan sulit untuk melepaskan semua itu. Sampai akhirnya orang tua saya sudah sangat terpukul melihat saya seperti ini, dan memutuskan untuk memindahkan saya kembali ke Desa atau kampung halaman lagi pada saat kelas kenaikan kelas 2 SMK. Sangat berat rasanya meninggalkan semuanya, bukan sekolahan pada waktu itu yang saya beratkan tetapi teman-teman bergaul saya. Mungkin karena sudah terbiasa dengan mereka, dengan pergaulan yang bebas dan bisa dibilang masa nakal-nakalnya remaja. Sulit bagi saya lepas dari mereka yang setiap hari bersama saya walaupun dalam kegiatan yang sebagian besar negatif. Oke, mau tidak mau saya akhirnya mengikuti kata orang tua pindah kembali ke Desa ikut bersama Nenek dan Budhe lagi. Dan pada saat itu juga puncak di mana kedua orang tua saya dilanda krisis ekonomi yang sangat parah hingga memutuskan untuk merantu ke luar provinsi yakni ke Kalimantan dengan tujuan dan harapan untuk memperbaiki perekonomian yang dialami.

   Dengan hati yang sangat terpukul mendengar apa yang terjadi pada saya waktu di Kota, Nenek dan Budhe berusaha untuk mengingatkan saya agar kembali menjadi diri saya yang dulu seperti yang mereka kenal. Bahkan mereka sampai membawa saya kepada guru spiritual untuk mendapatkan pencerahan, tapi apa boleh buat namanya juga masih labil saya tetap seperti itu dan belum berubah meskipun sudah kembali ke kampung halaman sendiri. Pada saat itu, saya memutuskan sekolah di SMK swasta dengan jurusan Otomotif dan harus kembali ke bangku kelas 1 SMK. Mengenal teman-teman baru dan suasana baru, hal-hal yang berbau pergaulan bebas pun tetap terbawa dan saya kembali mengenal teman-teman yang sama nakalnya seperti saya waktu itu. Hobi hura-hura ke sana ke mari tidak jelas dan mabuk-mabukan tak karuan. Pada akhirnya kelakuan saya pun ketahuan oleh Nenek dan keluarga di rumah. Bagai disambar petir bagi mereka, seolah tak percaya melihat dengan mata kepala mereka sendiri kelakuan buruk saya yang sebenarnya terbawa sampai ke Desa. Sakit hati, merasa tidak percaya bahwa saya seperti yang mereka lihat sekarang ini membuat sakit hati dan kehabisan cara lagi bagiamana menasehatinya. Sampai mereka pun angkat tangan dan menyerahkan kembali saya kepada orang tua. Pada waktu itu, orang tua saya sudah berada di Kalimantan merantau dan tak ada cara lain lagi, mereka menyuruh saya untuk ikut merantau menyusul mereka.

   Akhirnya saya pun menyusul ke Kalimantan dengan hati yang masih kacau dan tidak jelas harus sekolah lagi atau berhenti sekolah dan bekerja. Selang 1 bulan saya di Kalimantan bersama orang tua tidak ada tawaran sekolah lagi dari ke dua orang tua saya dan membuat saya menganggap bahwa saya sudah tidak akan sekolah lagi. Pada saat itu, orang tua juga masih kacau kondisi perekonomian belum membaik bahkan kami tinggal di sebuah kontrakan kecil dengan perabotan seadanya dan tinggal ber 5 dalam satu kontrakan tersebut. Dengan perabotan seadanya, yang ada hanya 1 kasur bekas dan tak layak pakai dan 1 bantal untuk 5 orang, tanpa ada hiburan apapun di dalamnya. Hiburan kami hanya candaan yang lama tidak kami rasakan selama ini. Di sinilah saya mulai berfikir untuk memanfaatkan waktu saya bekerja membantu mereka karena untuk makan saja pada saat itu sangatlah susah, Bapak hanya berjualan pentol goreng dan penghasilannya 1 hari hanya 20rb di tahun 2013 itu. itupun belum lagi untuk modal keesokan harinya. Dari sini mengingat usia saya sudah terbilang dewasa walaupun masih labil, saya memutuskan mencari kerja dan mendapatkan pekerjaan di sebuah minimarket dekat rumah saya yang alhamdulillah mau menerima saya dengan ijazah hanya lulusan SMP.

   Hari demi hari telah berlalu, sampai sudah 2 bulan saya bekerja di minimarket tersebut terasa sangat melelahkan dan berat bagi saya karena masih pengalaman kerja pertama. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dan menganggur lebih dari 3 bulan. Dengan mengandalkan pemberian orang tua yang sangat pas-pasan bahkan kekurangan, setiap hari Bapak / ayah berbagi rokok dengan saya. Ya, pada saat itu kondisi masih sama seperti sebelumnya, kondisi perekonimian kami masih jauh di bawah cukup. Tapi yang membuat saya bersyukur kala itu yakni saya masih memiliki satu buah HP yang fiturnya ya masih terbilang lumayan lah bisa buat internet. Walaupun mengandalkan pulsa dari orang tua, itupun kalau ada rejeki baru bisa beli pulsa. Hari hari saya habiskan bersosial media, seperti facebook dan browsing-browsing cara menghasilkan uang dari internet yang pada saat itu saya masih 0 pengetahuan dalam dunia internet. Sampai pada saat saya menemukan sebuah hiburan dalam facebook yakni dengan bermain auto koment (bot koment & like) yang pada saat itu lagi ngetrend. Jadi, saya coba-coba cari cara gimana membuatnya untuk akun facebook saya sendiri, karena pada saat itu yang muncul kebanyakan bot berbayar dan saya tidak mampu membayar walau hanya dengan pulsa 5000 perak. Saya berusaha untuk mencari cara bagaimana supaya bisa membuatnya secara gratis, dan akhirnya setelah sekian lamanya browsing ketemu juga caranya untuk saya pelajari. Alhamdulillah bisa dan lumayan untuk diri sendiri buat hiburan dikala suntuk. Lama-kelamaan banyak sekali peminat yang ingin memiliki auto komentar di facebooknya, dan menghubungi saya untuk dibuatkan dan bersedia membayar melalui pulsa. Akhirnya saya mau membuatkan mereka dan menerima pembayaran melalui pulsa pada saat itu, tak terasa pulsa yang saya miliki mencapai nilai 1jt rupiah dengan bermodalkan HP jadul dan bahan-bahan gratis yang saya dapatkan dari seorang yang sangat baik.
Seiring berjalannya waktu, saya sudah memiliki modal untuk membeli bahan seperti server premium untuk mengembangkan usaha saya di sosial media. Pulsa terus masuk tiap bulannya dan sampai akhirnya saya tahu bahwa pulsa yang saya miliki bisa di konversi menjadi rupiah. Dan hasil dari penjualan pulsa saya tersebut bisa saya belikan ke HP android yang baru ada saat itu. Nah, dari situlah saya mulai mengenal dunia auto komentar, script, dan hosting (server). Yang awalnya saya hanya seorang pembeli hosting, saat itu saya mulai untuk menjadi reseller yang menyewakan hosting untuk kebutuhan para pembuat robot auto komen facebook. Dan hasilnya terbilang cukup lumayan lah untuk seorang pengangguran seperti saya, cukup untuk beli rokok dan belanja untuk makan sekeluarga di rumah pas ada rejekinya. 

   Berkat kesibukan yang saya tekuni, alhamdulillah Allah memberikan saya hidayah sehingga kembali ke jalan yang benar dan menjadi diri saya sendiri seperti yang dulu. Semua aktifitas online saya menjadikan saya pribadi yang lebih baik dan menjadikan waktu saya lebih bermanfaat. Dan yang lebih bahagianya, pada saat itu saya mendapatkan penawaran kerja di salah satu dinas PU di daerah saya walaupun hanya menjadi seorang petugas kebersihan, hehehe. Tapi saya bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan yang halal dan bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya. Awalnya kami hidup berlima dengan 1 kasur dan 1 bantal akhirnya bisa memiliki kasur yang layak bantal yang empuk dan TV untuk hiburan keluarga di kontrakan yang kecil ini.
Bermula dari HP jadul sampai saya bisa membeli sebuah laptop dari penghasilan saya sendiri, itu adalah yang sangat membahagiakan bagi diri saya sendiri, karena bisa melakukan aktifitas online secara lebih leluasa dan mengembangkan pengetahuan di dunia internet untuk menghasilkan penghasilan tambahan. 

  Saya sangat bersyukur karena ikut merantau ke dua orang tua, hidup saya berubah menjadi lebih baik. jadi tidak sia-sia berpindah-pindah tempat sampai merantau juga. Walaupun masih biasa-biasa aja, belum menjadi orang sukses diperantauan, tapi setidaknya saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses dalam menekuni pekerjaan saya dalam bidang internet maupun di dunia nyata. Dan saat ini yang saya tekuni di internet sebagai seorang Publisher dan wapper, mengembangkan wap dan blog kecil-kecilan untuk hiburan sekaligus menghasilan uang tambahan. 

Dan pesan saya buat teman-teman pembaca, jangan pernah menyia-nyiakan waktu muda kalian. Banyak hal-hal positif yang bisa menjadikan kalain lebih baik lagi. Bergaul dengan siapa saja boleh, asal kita bisa mengontrol diri jangan sampai tejerumus dalam kesesatan yang merugikan diri sendiri.